- PENDAHULUAN
Tafsir sebagai upaya
memahami al –Qur’an telah dimulai sejak masa Rosulullah saw,dan terus berlanjut
hingga generasi sesudahnya,yakni masa sahabat,tabi’in ,tabi’ut tabi’in sampai
para ulama saat ini.
Sementara itu masa pembukuan
kitab-kitab tafsir dimulai pada akhir dinasti bani ummayyah dan awal dinasti
abbasiyyah.
Diantara sekian banyak buku tafsir yang ada, tafsir
ath-Thabari dinilai sebagai tafsir paling istimewa, dimana ia dijuluki sebagai
tafsir paling lengkap. Ia merupakan tafsir bernilai tinggi yang sangat
diperlukan oleh setiap orang yang mempelajari tafsir. Bahkan buku tafsir al-Thabari merupakan rujukan utama
para mufassir yang menaruh perhatian terhadap tafsir bil ma’tsur.
Demikian akan kami paparkan mengenai biografi Imam al-thabari
yang dilanjutkan dengan penjelasan mengenai kitab tafsirnya, mulai dari sumber
rujukan penafsirannya, karakteristik hingga sistematika penulisan tafsir
al-Thabari.
- Biografi Ibn Jarir al –Thabari
Ibn Jarir al – Thabari terkenal sebagai imam,mujtahid,sejarawan,ahli
fiqih,dan mufassir. Nama aslinya adalah Abu
Ja’far Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Katsir bin Ghalib al –Thabari,
Beliau dilahirkan pada tahun 224 H /839 M di Amol, nama daerah di Thabaristan.
Al Thabari tumbuh dewasa dalam keluarga yang mementingkan pendidikan dan di
lingkungan yang religius. semasa hidupnya dihabiskan untuk mencari ilmu
pengetahuan dan ilmu – ilmu agama.[1]
Kecerdasan dan kepiawaian beliau
dalam hal mempelajari ilmu-ilmu telah ditunjukkan sejak masih dalam usia yang
dini. Ath-Thabari berkata,
حفظت القرآن ولي سبع سنين، وصليت
بالنّاس وأنا ابن ثماني سنين، وكتبت الحديث وأنا ابن تسع سنين[2]
(Aku telah hafal al-Qur’an ketika umurku tujuh tahun,
menjadi imam shalat ketika umurku delapan tahun, dan menulis hadits di usia
sembilan tahun.)
Pada awalnya Al-Thabari menuntut ilmu di tanah
kelahirannya sendiri, yaitu Amol. Kemudian beliau pindah ke negeri
tetangga (Ray, sebuah kota di Persia) dan mencari para ‘Ulama guna menimba ilmu
dari mereka. Ia pun mengerahkan seluruh kemampuannya, mulai dari mendengar
penuturan guru secara langsung, menghafalnya, hingga membukukannya.
Usaha keras Al-Thabari dalam menuntut ilmu pernah
diceritakannya sebagaimana berikut, Thabari berkata, ”Kami pernah menemui Ahmad
bin Hamâd ad- Dûlaby, ia tinggal disebuah daerah di Ray yang berjarak cukup
jauh. Kami menyeberang daerah perairan beberapa jauh, layaknya orang yang tidak
waras hingga kami sampai ditempat Ibnu Hamâd dan mendapati majelisnya.” Dari
kota Ray, beliau merantau ke Irak. Awalnya ia hendak menuju Baghdad untuk
berguru langsung kepada Abu Abdillah Ahmad bin Hanbal, namun hal itu tidak
terwujud karena Imam Ahmad terlebih dahulu meninggal dunia sebelum al-Thabari
sampai ke kota Baghdad.[3]
Kemudian beliau beralih menuju Bashrah, disini beliau
berguru pada seorang penghafal hadis jenius, Muhammad bin al Ma’alli dan Muhammad bin Bashar yang
terkenal dengan Setelah berguru di Bashrah, ath-Thabari berguru di Kufah kepada
Hanna bin al – Sary dan Abu Kuraib
Muhammad bin Ala’ al-Hamdani. Selanjutnya ath-Thabari mengembara ke Baghdad dan tinggal
beberapa lama disana.
Perjalanan ath Thabari tak hanya
berhenti disitu pertualangannya dimulai kembali pada tahun245 H.Beliau pergi ke
Syam (Syiria) untuk belajar ilmu Qiro’at kepada al Abbas bin al Wlid al
Bairuni,kemudian beliau melanjutkan perjalanannya ke Mesir untuk belajar Fiqih
kepada sahabat imam Syafi’i yaitu al Muzani (w 268),dan belajar Maliki kepada
Muhammad bin ‘Abd Allah bin al-Hakam dan Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah.[4]
Dari Mesir, Thabari kembali ke Baghdad, selanjutnya dari
Baghdad, ia pergi ke Thabaristan, namun tidak lama menetap, ia pun kembali ke
Baghdad dan bermukim disana hingga wafat pada hari ahad akhir Syawal dua hari
sebelum bulan Zulqa’dah tahun 310 H.[5]
Ath-Thabari memilih hidup membujang hingga akhir hayat,
Karena itu beliau memiliki kesempatan yang sangat luas untuk mencari ilmu.
Hidupnya dihabiskan untuk belajar, mengajar dan menulis, sehingga tidak
mengherankan jika beliau sanggup menguasai berbagai disiplin ilmu, seperti
sejarah, hadits, bahasa, sastra, dan lain sebagainya[6].
- Karya – Karya Al-Thabari
Karya Beliau
yang monumeental adalah kitab sejarah Tarikh al – Umam wa al-Muluk atau
dikenal dengan Tarikh al thabari dan kitab tafsir Jami’ al Bayan ‘An
Ta’wil Ay Al-Qur’an atau dikenal dengan tafsir al-Thabari,berikut
ini adalah karya – karya al –Thabari[7]
:
1.
‘Adab al
–Qadhah
2.
‘Adab
al-manasik
3.
‘Adab al-
Nufus
4.
Ahkam
Syara’i al-islsam atau Lathaif al-Bayan ‘an Ushul al-Ahkam
5.
Ikhtilaf al
–Ulama’
6.
Al basith
atau Basith al Qaul fi aahkam Syarai’ al islam
7.
Tarikh
al-umam wa al muluk
8.
Tarikh Rijal
min as Shahabah wa al Tabi’in
9.
Kitab al
Tashbir
10. Tahdzib al-atsar wa Tafshil al- Tsabit ‘an Rosulullah
SAW
11. Jami’ al Bayan ‘An Ta’wil Ay Al-Qur’an
12. Al- Jami’ al- Qiroat
- Aliran Ilmu Kalam dan Madzhab Fiqih
Paham teologi Abu Ja’far al
Thabari adalah Ahl al – sunnah wa al-Jama’ah . sedangkan mazhab fiqihnya adalah
madzhab Syafii,kemudian beliau senantiasa berijtihad sendiri dalam masalah
fiqih hingga beliau mendirikan mazhab yang dinamakan al –Jaririyyah,dan
memiliki sejumlah jama’ah yang mengikuti madzhabnya.[8]
Al-Dzahabi menyebutkan bahwa al-Thabari memiliki madzhab
sendiri yang bbernama al-Jaririyyah,namun madzhab ini tidak bertahan lama
seperti mazhab-mazhab islam lainnya.Mazhab ini lebih dekat dengan mazhab
Syafi’i dalam hal teori fiqihnya.
- Sumber Penafsiran
Al-Thabari dalam menafsirkan
Al-Qur’an bersumber dari ayat-ayat Al-Qur’an itu sendiri,dari riwayat-riwayat
yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW,para sahabat,dan para tabi’in.(tafsir
bi al-Ma’sur).
Penafsiran al-Thabari
sedikit berbeda dan lebih unggul dari pada mufassir generasi sebelumnya.Beliau
tidak hanya mengutip riwayat Nabi Saw dan pendapat para mufassir
sebelumnya,melainkan juga mengkritisi mana riwayat yang shahih dan tidak
shahih,serta mengutip pendapat yang paling kuat (rajih) bila terjadi perbedaan
dikalangan sahabat dan tabi’in.[9]
al-Thabari telah menempuh langkah
metodologis yang sangat penting, dimana tafsir bukan hanya sekedar berisi
penjelasan tentang riwayat-riwayat dan atsar, yang kerap disebut dengan tafsir
bil ma’tsur (tafsir dengan riwayat), melainkan dengan karya ath-Thabari ini
telah bercampur dengan kajian analisa yang tidak keluar dari jalur kebenaran.
Model tafsir yang dihasilkan Imam ath-Thabari ini, dinilai sebagian ulama
sebagai karya yang baru.
Dapat dikatakan bahwa tafsir
ath-Thabari adalah penggabungan antara dua sisi tersebut secara seimbang dan
sempurna.Didalamnya terdapat sejumlah riwayat hadis yang melebihi riwayat hadis
yang ada dalam kitab-kitab tafsir bil ma’tsur yang ada pada masanya.Kemudian
di dalamnya terdapat teori ilmiyah yang dibangun atas dasar perbandingan dan
penyaringan antar pendapat. Itu semua dilakukan dengan mengkaji ‘illat,
sebab-sebab dan qarinah (sisi indikasi dalil).[10]
- Metode dan Corak Tafsir
Metode tafsir yang digunakan
oleh al-Thabri adalah metode tahlili,yaitu suatu metode menafsirkan ayat-ayat
Al-Qur’an dengan memaparkan segala aspek yang terkandung didalamnya yang
urutannya disesuaikan dengan tertib surat yang ada dalam mushaf utsmani. Metode
ini menjelaskan pula kosakata (susunan kalimat),munasabah (korelasi) antar ayat
maupun suroh,menjelaskan asbabunnuzul,dan mengutip dalil dalil dari Nabi
saw,sahabat dan tabi’in.metode tahlili adalah metode tafsir yang menganalisis
ayat al-Qur’an dari berbagai bidang keilmuan.[11]
Contoh pengutipan al Tabari:
1.
Menafsirkan al-Qur’an dengan al-Qur’an
Contoh:
Firman Allah. Alquran ditafsirkan dengan Alquran.Ini
merupakan rujukan tertinggi dalam tafsir Alquran, karena Dialah yang paling
memahami firman-Nya. Berikut ini adalah beberapa contoh tafsir Alquran dengan
Alquran:
Allah berfirman,
أَلا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا
هُمْ يَحْزَنُونَ
“Ketahuilah, sesungguhnya
wali-wali Allah, tidak ada ketakutan baginya dan mereka tidak bersedih.”
(QS.Yunus:62)
Tentang siapakah wali Allah, tidak ditunjukkan dalam ayat ini. Di ayat berikutnya, Allah memberikan tafsirnya,
Tentang siapakah wali Allah, tidak ditunjukkan dalam ayat ini. Di ayat berikutnya, Allah memberikan tafsirnya,
الَّذِينَ آمَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ
“Yaitu,
orang-orang yang beriman dan bertakwa.” (QS.Yunus:63)
2.
Penafsiran Al-qur’an dengan assunnah atau hadis Nabi
Muhammad saw :
Dlam mengutip hadis nabi
al-Thabari meneliti terlebih dahulu apakah sanad yang akan dikutipnya shahih
atau tidak,disamping itu al Thabari juga melakukan tarjih terlebih dahulu ,ini
terlihat ketika beliau menafsirkan surah Al-Baqarah ayat 7:
$zNtFyz ª!$#
4n?tã öNÎgÎ/qè=è% 4n?tãur
öNÎgÏèôJy ……..( ÇÐÈ
Ayat Al-Qur’an Allah telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka ditafsirkan dengan hadis
nabi sebagai berikut:

Muhammad
bin Bisyr menceritakan kepada kami ,ia berkata; shafwan bin isa menceritakan
kepada kami, ia berkata; ibnu ijlan, dari al qa’qa’, dari abi shalih, dari abi
hurairah ia berkata; rasulullah saw bersabda; “sesunggunhnya seorang mukmin
jika melakukan dosa dosa maka jadilah noda hitam dalam hatinya, jika bertaubat
dan meninggalkan perbuatannya serta beristigfar (memohon ampunan) maka hatinya
kembali berkilau, dan jika menambah dosa maka bertambahlah noda hitam tersebut
dalam hatinya. Dan itulah yang dimaksud dengan al-ran seperti yang telah
disebutkan Allah dalam firman-Nya; “sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya
apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka.” (QS.
Al-Muthaffifin/83 ;14)
3.
Penafsiran al-Qur’an dengan pendapat para sahabat
Al-Thabari juga mengutip
pendapat para sahabat dalam menjelaskan ayat Al-Qur’an yang dibahas,salah
satunya mengutip pendapat Ibn Annas ra dalam menafsirkan QS.Albaqarah ayat 14 :[12]


Muhammad bin al-ala’
menceritakan kepada kami, ia berkata: ustman bin sa’id, ia berkata:
menceritakan kepada kami bisyr bin umarah dari abi rauq, dari ad-dahhak, dari
ibnu abbas ra. Tentang firman Allah: “ dan bila mereka berjumpa dengan
orang-orang yang beriman, mereka mengatakan; “ kami telah beriman.....”. ia
berkata; sejumlah laki-laki dari kaum yahudi jika bertemu dengan para sahabat
rasulullah saw., mereka berkata; “ sesungguhnya kami mengikuti agama kalian.”
Dan jika kembali kepada rekan-rekan mereka, mereka berkata; “sesungguhnya
kami sependirian dengan kamu, kami hanyalah berolok-olok.”
4.
Penafsiran al-Qur’an dengan pendapat para tabi’in
Al-Thabari juga mengutip
pendapat tabi’in dalam menafsirkan ayat al-Qur’an,salah satunya adalah sebagai
berikut :

Muhammad
bin basyar menceritakan kepada kami, ia berkata; abd al- Rahman menceritakan
kepada kami, ia berkata; sufyan menceritakan kepada ibn abi najih, dari
mujahid, ia berkata; “tha’ifah adalah satu orang laki-laki.”
Kata
tha’ifah menurut perkataan orang arab bias dikatakan untuksatu orang atau
lebih. Mujahid berpendapat hukuman cambuk seratus kali bagi pezina perempuan
dan laki-laki (yang belum nikah) dapat
dilaksanakan meskipun hanya ada satu orang saksi. Namun, al-thabari lebih
mengutamakan saksi tidak kurang dari empat orang.
Tafsir
at-thabari tidak memiliki cirri husus dalam penafsiran, karena at-thabri
menafsirkan ayat-ayat al-qur’an berdasarkan riwayat. Meskipun sering kali
beliau melakukan tarjih terhadap riwayat dan pendapat yang ia kutip.[13]
- Referensi tafsir
Hadis Nabi saw,pendapat para sahabat
dan tabi’in,syair arab,dan sirah nabawiyyah merupakan sumber yangb di gunakan
atthabari.[14]
Selanjutnya diantara referensi –referensi yang
digunakan al –Thabari adalah sebagai berikut :
Mushaf ‘Ali bin Abi Thalhah
dari Ibnu ‘Abas (Tafsir Ibn ‘Abas)
Tafsir bil ma’tsur para
Tabi’in, seperti: Tafsir Mujahid, Tafsir Qatadah, Tafsir
‘Ikrimah, Tafsir ‘Atha’, Tafsir Sa’id bin Jubair, Tafsir
Abi al-‘Aliyah, dan Tafsir al-Hasan al-Bashri.
Tafsir para Tabi’it Tabi’in,
seperti: Tafsir ‘Abd ar-Rahman bin Zaid bin Aslam, Tafsir ‘Abd
ar-Razaq ash-Shan’any, Tafsir Muqatil bin Hayan, Tafsir ‘Abd
al-Malik bin Juraij, Tafsir Sufyan ats-Tsaury, Tafsir Waki’ bin
al-Jarah, Tafsir Yahya bin al-Yaman, dan yang lainnya.
Tafsir-tafsir mengenai Tata
Bahasa, seperti: Majaz al-Qur’an karya ‘Ubaidah Ma’mar Ibn al-Mutsanna, Ma’ani
al-Qur’an karya Abi Zakaria, Ma’ani al-Qur’an karya Abi al-Hasan
Sa’id bin Mas’adah (yang terkenal dengan al-Akhfasy al-Ausath), Ma’ani
al-Qur’an karya ‘Ali bin Hamzah al-Kisa’i. Serta banyak menukil pada Kitab
al-Fara’, yang kitabnya telah diterbitkan dalam tiga juz.
Mengumpulkan tafsir-tafsir
agung terdahulu, yang telah sirna ditelan masa sehingga tidak sampai kepada
kita. Oleh karena itu, Tafsir ath-Thabari mengutip dalam pendapat-pendapat para
Sahabat, Tabi’in dan Tabi’it tabi’in.[15]
- KARAKTERISTIK TAFSIR
Secara umum,tafsir al
Thabari memiliki beberapa karakteristik penafsiran yang dapat dilihat dalam
karya besar ini .diantaranya adalah kitab tafsir ini merupakan tafsir bi al
ma’tsur yang sempurna,yakni beliau melakukan tarjih terhadap riwayat maupun
pendapat yang dikutip ,melakaukan pengambilan( istinbath) hokum,membahas
masalah qiroat,dan terkadang beliau mengutip syair-syair arab untuk memperjelas
makna yang tertuang dalam ayat Al-Qur’an.
- Sistematika penyajian dan penafsiran
Sistematika penyajian kitab
tafsir al –Thabari adalah sebagai berikut :
1.
Kitab tafsir at thabari terdiri dari 24 jilid
2.
Sebelum masuk penafsiran ,pada jilid 1 ,at Thabari
mengawali dengan penjelasan seputar biografi pengarang ,kata pengantar,
diantaranya meliputi penjelasan mengenai metode yang digunakan dan landasan
diperbolehkannya menafsirkan Al-Quran dll.
3.
Setelah itu ,at thabari masuk ke ranah penafsiran
Beliau mengawali dengan penyebutan nama suroh,kemudian basmalah.
4.
Kemudian beliau membahas ayat per ayat Al-Qur’an dan
menyebutkan riwayat dari nabi,sahabat,dan tabi’in setelah penyebutan Al-Qur’an
yang di bahas.[16]
Sedangkan sistematika penafsiran AL Thabari adalah
sebagai berikut :
1.
Setelah pencantuman nma suroah dan ayat al-Qur’an yang
dibahas,al Thabari menampilkan riwayat-riwayat dari Nabi saw,sahabat,tabiin
yang berkaitan dengan ayat Al-Qur’an yang dibahas.
2.
Beliau juga menjelaskan tentang sabab al-nuzul dari
ayat al-Qur’an yang dibahas.
3.
Setelah itu,beliau juga menjelaskan perbedaan Qiroat
bila ayat Al-Qur’an yang dibahas mengandung perbedaan qiro’at.
4.
Kemudian Al Thabari menjelaskan ayat Al- Qur’an
.apabila terdapat perbedaan riwayat tentang makna kata dari suatu ayt al-Qur’an
,beliau menampilkan terlebih dahulu perbedaan itu,kemudian beliau melakukan
tarjih.
- PENUTUP
Dengan
pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa, Imam AL-Thabari adalah merupakan mufassir
yang sangat pandai dan cerdas, bahkan seluruh waktu beliau
digunakan untuk mengabdi pada ilmu , sebagaimana tergambar dalam kitab tafsirnya Jami’
al-Bayan ‘An Ta’wil al-Quran yang dimana kitab tafsir ini banyak menjadi
rujukan utama bagi para ulama yang ingin mendalami ilmu tafsir.
Tafsir al –Thabari mempunyai karakteristik yang
menonjol dari tafsir-tafsir lainnya dengan ketajaman beliau dalam meneliti
keshahihan hadis,qaul sahabat dan tabi’in sebagai referensi penafsirannya.
DAFTAR PUSTAKA
ü
Abi Ja’far Muhammad bin Jarir
ath-Thabari, Jâmi’ al-Bayân ‘an Ta’wîl Ayi al-Qur’an, Beirut: Dar
al-Fikr, 2005
ü
Faizah Ali Syibromasili,Jauhar Azizy,membahas kitab
Tafsir klasik dan Modern,(Ciputat :LP UIN Jakarta,2011)
ü Muhammad
bin Luthfi ash-Shibbagh, Buhuts fi Ushul at-Tafsir, Beirut: Maktabah
al-Islamiy, 1988
ü Saiful
Amin Ghofur, Profil Para Mufassir al-Qur’an, Yogyakarta: Pustaka Insan
Madani, 2008
ü
Shalah Abdul Fatah al-Khalidy, Ta’rifu
ad-Darisina bi Manahij al-Mufassirina, Damaskus: Dar al-Qalam, 2002
[1]
Faizah ali
syibromasili,jauhar azizy,membahas kitab Tafsir klasik dan Modern,(Ciputat
:LP UIN Jakarta,2011),hal.1
[2] Abi Ja’far Muhammad bin Jarir
ath-Thabari, Jâmi’ al-Bayân ‘an Ta’wîl Ayi al-Qur’an, (Beirut: Dar
al-Fikr, 2005), hal 5
[4]
Faizah Ali
syibromasili,Jauhar azizy,membahas kitab Tafsir klasik dan Modern,(Ciputat
:LP UIN Jakarta,2011),hal.2
[5]
Muhammad bin Luthfi ash-Shibbagh, Buhuts
fi Ushul at-Tafsir, (Beirut: Maktabah al-Islamiy, 1988), h. 18
[6]
Saiful Amin Ghofur, Profil Para
Mufassir al-Qur’an, (Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2008), h. 64
[7] Faizah ali
syibromasili,jauhar azizy,membahas kitab Tafsir klasik dan Modern,(Ciputat
:LP UIN Jakarta,2011),hal.3
[8] Faizah ali
syibromasili,jauhar azizy,membahas kitab Tafsir klasik dan Modern,(Ciputat
:LP UIN Jakarta,2011),hal.3
[9] Faizah Ali
syibromasili,Jauhar azizy,membahas kitab Tafsir klasik dan Modern,(Ciputat
:LP UIN Jakarta,2011),hal.8-9
[11] Faizah Ali
syibromasili,Jauhar azizy,membahas kitab Tafsir klasik dan Modern,(Ciputat
:LP UIN Jakarta,2011),hal.7
[13] Faizah Ali
Syibromasili,Jauhar Azizy,membahas kitab Tafsir klasik dan Modern,(Ciputat
:LP UIN Jakarta,2011),hal.18
[14] Faizah Ali
Syibromasili,Jauhar Azizy,membahas kitab Tafsir klasik dan Modern,(Ciputat
:LP UIN Jakarta,2011),hal.11
[15] Shalah
Abdul Fatah al-Khalidy, Ta’rifu ad-Darisina bi Manahij al-Mufassirina,
(Damaskus: Dar al-Qalam, 2002), h. 358
[16] Faizah Ali
Syibromasili,Jauhar Azizy,membahas kitab Tafsir klasik dan Modern,(Ciputat
:LP UIN Jakarta,2011),hal.16-17
Tidak ada komentar:
Posting Komentar