(
QAWAID TAFSIR )
AS-SUAL WAL JAWAB
Oleh : Dinan Nasihah
A. PENDAHULUAN
Kaidah
tafsir merupakan ketetapan ketetapan yang membantu seorang penafsir untuk
menarik makna / pesan pesan Al-Qur’an,dan menjelaskan apa yang musykil dari
kandungan ayat-ayatnya.
Kaidah
–kaidah yang diperlukan paramufassir
dalam memahami Al-Qur’an terpusat pada kaidah bahasa ,pemahaman asas – asasnya
,penghayatan redeaksinya dan pengetahuan rahasia-rahasia yang dikandungnya
,dalammasalah ini banyak sekali kajian
yang lengkap dalam berbagai cabang ilmu bahasa Arab ,namun kami hanya
akanmembahas sedikit mengenai kaidah pertanyaan dan jawaban.
B.
Definisi As Sual Wal Jawab
Secara etimologis, soal berasal Arab sual kata ini merupakan
bentuk mashdar (kata benda) dari kata kerja sa’ala-yas’alu yang
artinya meminta, mengharap pemberian, pencarian berita atau bertanya.[1] Dengan demikian sual dapat
diartikan sebagai permintaan, pengharapan mendapat pembrian, pencarian berita
atau pertanyaan. Dalam bahasan ini yang dimaksud dengan sual adalah
pertanyaan. Sedangkan secara terminologis, sual diberi pengertian yang
sangat singkat, yaitu suatu upaya untuk mendapatkan pemahaman.[2]
Sedangkan jawab, secara etimologis juga berasal dari bahasa Arab jawab,
yang artinya mengembalikan pertanyaan, pembicaraan, surat, do’a, atau lainnya.[3] dalam bahasan ini yang
dimaksud adalah mengembalikan pertanyaan, atau yang lazim disebut dengan
jawaban. Sedang secara terminologis, jawab didefinisikan sebagai kalimat
yng fungsinya untuk menjawab syarat (pertanyaan).
C.
Kaidah Penafsiran
Ada beberapa
kaidah yang berkaitan dengan pertanyaan dan jawabannya. Masing-masing merupakan
aturan dasar dari persoalan yang berkaitan dengan bahasan yang dibicarakan.
Uraian dari masing-masing kaidah itu diuraikan sebagai berikut:
a.
Jawaban mesti sesuai dengan
pertanyaan yang diajukan.
Kaidah yang demikian merupakan sesuatu yang memang seharusnya
berlaku. Tujuan dari penetapan seperti ini adalah untuk mewujudkan
kesinambungan pengertian terhadap masalah yang ditanyakan. Hal semacam ini
dinilai sangat penting untuk menghindarkan terjadinya kesalah pahaman antara
penanya dan yang menjawab. Al- Qur’an
melalui ayat-ayatnya juga memberikan informasi sebagaimana lazimnya jawaban
yang mesti sesuai dengan pertanyaan, sehingga antara keduanya terdapat
kesinambungan pengertian. Informasi yang demikian terdapat dalam ayat
y7tRqè=t«ó¡o Ç`tã Ìök¤¶9$#
ÏQ#tysø9$# 5A$tFÏ%
ÏmÏù (
ö@è%
×A$tFÏ% ÏmÏù
×Î6x. (
Artinya: “mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan haram.
Katakanlah :berperang dalam bulan itu adalah dosa besar”. (Qs.
Al-Baqarah/2;217).
Dalam ayat ini para sahabat bertanya kepada Rasulallah tentang
hukum berperang pada bulan-bulan haram. Jawaban yang diberikan
Rasulallah sesuai dengan pertanyaan mereka yaitu informasi tentang hukum
berperang pada bulan-bulan yang diharamkan tersebut.
b.
Sebagian kalimat tanya harus diulang dengan jawaban.
Kaidah ini merupakan suatu ketetapan yang sangat logis, karena
dengan adanya pengulangan sebagian dari subtansi pertanyaan maka antara
pertanyaan dan jawaban terdapan sesuai pengertian. Dampak positif dari kaidah
ini adalah terhindarnya kesalah pahaman dari kedua belah pihak, yaitu penanya
dan yang menjawab. Contoh dari pola semacam ini seperti dalam ayat:
(#þqä9$s% y7¯RÏär& |MRV{
ß#ßqã (
tA$s% O$tRr& ß#ßqã
Artinya: “mereka bertanya:
apakah kamu ini sesungguhnya Yusuf ?” Yusuf menjawab : Akulah
Yusuf dan ini saudaraku, Allah telah melimpahkan karunia-Nya kepada kami”. (Q.S
Yusuf/12:90).
Dalam ayat ini,
sebagian unsur kalimat yang terdapat dalam pertanyaan diulang dalam jawaban,
yaitu kata ana sebagai ganti dari kata anta yang ada dalam
pertanyaan. Dengan pola demikian, tampak antara pertanyaan dan jawaban jelas
kesinambungannya.
c.
Bentuk kalimat pertanyaan dan jawaban mesti sama
Maksudnya dari kaidah ini adalah bahwa pola kalimat jawaban harus
disamakan dengan pola kalimat pertanyaan. Apabila pertanyaan berpola kalimat fi’liyah
(kalimat yang diawali dengan kata kerja), maka jawabannya harus diserasikan
dengan pertanyaannya, yaitu dalam bentuk kalimat fi’liyah pula.
Contohnya dari bentuk semacam ini seperti dalam ayat:
ûÈõs9ur
OßgtFø9r'y ô`¨B t,n=y{ ÏNºuq»yJ¡¡9$#
uÚöF{$#ur
£`ä9qà)us9 £`ßgs)n=yz âÍyèø9$#
ÞOÎ=yèø9$# ÇÒÈ
Artinya:”dan sungguh jika kamu tanyakan kepada mereka:
"Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?", niscaya mereka akan
menjawab: "Semuanya diciptakan oleh yang Maha Perkasa lagi Maha
Mengetahui". (Q.S Az-Zukhruf/43:9)
Kalimat tanya dalam ayat ini adalah man khalaqu
as-samawati wa al-ardhi yang berupa kalimat fi’liyah. Sedangkan
jawabannya adalah khalaqahunna al-aziz al-alim juga berbentuk kalimat fi’liyah.
d. Terkadang jawaban tidak sesuai dengan
pertanyaan
Pada dasarnya jawaban itu hendaknya sesuai
dengan pertanyaan ,namun terkadang jawaban menyimpang apa yang
ditanyakan,jawaban seperti ini disebut dengan uslub al-hakim(cara yang bijak).
Contoh : firman Allah dalam Qs.Al baqarah
ayat 189:
*
tRqè=t«ó¡o Ç`tã Ï'©#ÏdF{$# (
ö@è%
}Ïd
àMÏ%ºuqtB
Ĩ$¨Y=Ï9
Ædkysø9$#ur 3
Artinya :
Mereka bertanya
kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: "Bulan sabit itu adalah
tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji; (Qs. Al baqarah189)
Mereka menanyakan kepada Rosulullah tentang bulan ,mengapa semula
ia tampak kecil seperti benang ,kemudian bertambah sedikit demi sedikit hingga
purnama ,kemudian menyusut lagi terus menerus sampai kembali seperti
semula.jawaban yang diberikan kepada mereka berupa penjelasan mengenai
hikmahnya ,untuk mengingatkan mereka bahwa yang lebih penting ditanyakan adalah
hal tersebut (hikmahnya) bukan apa yang
mereka tanyakan.
e. Terkadang jawaban lebih umum dari
pertanyaan
Terkadang jawaban lebih umum dari pada
pertanyaan,karena memang hal itu dipandang perlu.
Contoh : firman Allah dalam Qs.al-an’am
ayat 63:
ö@è% `tB
/ä3ÉdfuZã `ÏiB ÏM»uHä>àß
Îhy9ø9$# Ìóst7ø9$#ur …
Katakanlah:
"Siapakah yang dapat menyelamatkan kamu dari bencana di darat dan di laut.( Qs.al-an’am: 63)
Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka
ayat setelahnya menjawab
È@è% ª!$# Nä3ÉdfuZã
$pk÷]ÏiB
`ÏBur Èe@ä.
5>öx.
…
Katakanlah: "Allah menyelamatkan kamu dari bencana itu dan
dari segala macam kesusahan…(Qs. Qs.al-an’am: 64).[4]
f. Terkadang jawaban lebih sempit dari
pertanyaan
Terkadang jawaban lebih sempit dari
pertanyaan karena tuntutan situasi
Contoh :
dalam Qs.Yunus ayat 15:
#sÎ)ur
4n?÷Gè?
óOÎgøn=tæ
$uZè?$t#uä ;M»oYÉit/
tA$s% úïÏ%©!$#
w
tbqã_öt $tRuä!$s)Ï9
ÏMø$#
Ab#uäöà)Î/ Îöxî !#x»yd
÷rr&
ã&ø!Ïdt/ 4
Dan apabila
dibacakan kepada mereka ayat-ayat Kami yang nyata, orang-orang yang tidak
mengharapkan Pertemuan dengan Kami berkata: "Datangkanlah Al Quran yang
lain dari ini atau gantilah
dia.
Jawabannya
masih pada ayat yang sama yaitu :
ö@è% $tB
Ücqä3t þÍ< ÷br& ¼ã&s!Ïdt/é& `ÏB
Ç!$s)ù=Ï?
ûÓŤøÿtR
( ÷bÎ) ßìÎ7¨?r& wÎ) $tB
#Óyrqã n<Î) (
þÎoTÎ) ß$%s{r&
÷bÎ)
àMø|Átã
În1u
z>#xtã BQöqt 5OÏàtã
ÇÊÎÈ
Katakanlah: "Tidaklah
patut bagiku menggantinya dari pihak diriku sendiri. aku tidak mengikut kecuali
apa yang diwahyukan kepadaku. Sesungguhnya aku takut jika mendurhakai Tuhanku
kepada siksa hari yang besar (kiamat)".(Qs.Yunus :15)
Hal ini mengingatkan bahwa mengganti lebih mudah daripada
menciptakan ,jika mengganti saja tidak mampu tentu menciptakan lebih tidak
mampu lagi.[5]
D. PENUTUP
Ada beberapa kaidah berkaitan dengan pertanyaan dan jawaban antara lain: Jawaban mesti sesuai dengan
pertanyaan yang diajukan, Sebagian
kalimat tanya harus diulang dengan jawaban,
Bentuk kalimat pertanyaan dan jawaban mesti sama, Terkadang jawaban tidak sesuai dengan pertanyaan,
Terkadang jawaban lebih sempit dari pertanyaan dan Terkadang jawaban lebih umum
dari pertanyaan.
DAFTAR PUSTAKA
ü
George M. Abdul Massih, al-Khalil,
ü
Hasbi ash-shiddieqy,ilmu-ilmu Al-Qur’an,(Jakarta : Bulan
Bintang)
ü Luis Ma’luf, al-Munjid fi al-Lughah wa al-A’lam, (Beirut: Al-Maktabah
al-Katulikiyah, 1965)
ü
Manna Al-Qaththan,mabahits fi ulumil Qur’an,(Pustaka
Al-Kautsar,Jakarta:2005)
[1]
Luis Ma’luf, al-Munjid fi
al-Lughah wa al-A’lam, (Beirut: Al-Maktabah al-Katulikiyah, 1965)hal. 316
[2]
George M. Abdul Massih, al-Khalil,
hal.234
[3]
Luis Ma’fuf, al-Munjid, hal.108
[4]
Manna
Al-Qaththan,mabahits fi ulumil Qur’an,(Pustaka
Al-Kautsar,Jakarta:2005)hal.252
[5]
Hasbi
ash-shiddieqy,ilmu-ilmu Al-Qur’an,(Jakarta : Bulan Bintang)hal.282
Tidak ada komentar:
Posting Komentar