HADIS MUDALLAS
Oleh : Dinan Nasihah
A.
PENDAHULUAN
Hadis jika dilihat dari segi kualitas terbagi
menjadi hadis shahih, hasan, dha’if dan maudhu’.
Sedangkan hadis dhaif sendiri mempunyai banyak kategori lagi antara lain :
hadis mudallas,mursal,munqathi,dan muallaq. Dan pada pemaparan kali ini pemakalah
akan mencoba menjelaskan tentang seluk beluk hadis mudallas.
B.
Definisi Hadis Mudallas
Menurut bahasa Mudallas merupakan
isim maf’ul dari kata at-Tadlis. Tadlis sendiri menurut bahasa
menyembunyikan cacatnya barang dari si pembeli. Tadlis juga berasal dari
pecahan kata ad-dalasa, yang berarti kegelapan atau bercampurnya
kegelapan, seperti yang dijumpai di dalam kamus. Mudallas itu seolah-olah
menutup-nutupi sesuatu yang ada pada hadits, menggelapkannya, sehingga
haditsnya dinamakan Mudallas.[1]
Sedangkan menurut
istilah mudallas berarti :
اخفاءعيب
في الاسناد,وتحسن لظاهره
menyembunyikan
cacat yang ada pada sanad lalu menampakkan cara periwayatan yang baik .
C.
Pembagian Tadlis
Hadis mudallas terbagi menjadi 2 yaitu :
a. Tadlis Isnadi
Yaitu jika perawi meriwayatkan suatu hadits yang hadits tersebut
tidak pernah
didengarnya, tanpa menyebutkan bahwa
perawi pernah mendengar hadits tersebut
darinya.
Yang dimaksud ungkapan diatas adalah seorang perawi meriwayatkan
sejumlah
hadits yang didengarnya dari gurunya; akan tetapi hadits
yang ditadliskan itu belum pernah didengar dari gurunya tadi, melainkan dari
gurunya yang lain dan ia gugurkan gurunya yang lain itu. Ia meriwayatkan hadits itu dengan lafadz yang mengandung
as sima' (mendengar secara langsung) atau yang sejenisnya,
agar orang
lain mengira bahwa ia telah mendengar hadis tersebut
dari gurunya dan orang yang ia gugurkan itu bisa satu orang atau lebih. Adapun
perbedaan antara tadlis isnad dengan mursal khafi adalah, mursal khafi itu
perawi meriwayatkan hadits dari orang yang belum pernah didengarnya sama sekali.
b.
Tadlis Syuyukh
Yaitu seorang perawi meriwayatkan
suatu hadits yang didengar dari gurunya dengan sebutan
yang tidak dikenal dan masyhur. Yang dimaksud sebutan adalah nama,
gelar, pekerjaan atau kabilah dan negri yang disifatkan untuk seorang syaikh,
supaya gurunya itu tidak dikenal oleh orang.
D.
Contoh Hadis mudallas
Contoh; Hadis yang
dikeluarkan oleh Imam Ahmad (4/289,303), Abu Dawud (5212), atTirmidzi (2727) dan
Ibnu Majah (3703) dengan jalan;
عَن أَبِي إِسْحَاقَ عَنِ الْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّم : مَا مِنْ مُسْلِمَيْنِ يَلْتَقِيَانِ فَيَتَصَافَحَانِ إِلَّا غُفِرَ لَهُمَا قَبْلَ أَنْ يَتَفَرَّقَا
Dari Abu Ishaq, dari alBarra’ bin ‘Azib, ia berkata; Rasulullah saw
bersabda; Tidakah dua orang muslim yang saling bertemu lalu berjabat tangan
melainkan Allah akan mengampuni dosa dosa mereka berdua sebelum mereka
berpisah.
Abu Ishaq asSabi’I adalah Amr bin Abdullah, dia siqah dan
banyak meriwayatkan hadis, hanya saja dia dianggap tadlis. Mengenai ia
telah mendengarkan hadis dari alBarra’ bin ‘Azib, jelas telah ditetapkan di
dalam beberapa hadis. Hanya pada hadis ini saja ia meriwayatkan dengan ungkapan
yang mengandung kemungkinan telah mendengar secara langsung, yaitu dengan ‘an’anah
(menggunakan kata ‘an). Padahal hadis ini tidak ia dengarkan
langsung dari alBarra’ bin ‘Azib. Ia mendengarkan hadis tersebut dari Abu Dawud
alA’ma (namanya adalah Nafi’ bin alHaris), sedangkan ia matruk (tertolak
hadisnya) dan dituduh berdusta. Bukti ia tidak mendengarkan secara langsung
ialah, Ibnu Abi Dunya Taisir Ulumul Hadis48 mengeluarkan hadis di dalam kitab alIkhwan
(h.172) dari jalan Abu Bakr bin ‘Iyasy, dari Abu Ishaq, dari Abu Dawud, ia
berkata; aku menemui alBarra’bin ‘Azib, kemudian aku menjabat tangannya, lalu
ia berkata; Aku mendengar Rasulullah saw bersabda… ia menyebutkan hadis di
atas. Di di antara riwayat yang menunjukkan bahwa hadis tersebut berasal dari
Abu Dawud alA’ma adalah; Imam Ahmad mengeluarkan hadis tersebut di dalam Musnadnya
(4/289) dengan jalan, Malik bin Maghul, dari Abu Dawud… dan seterusnya. Dengan
demikian, hadis Abu Ishaq dari alBarra’
Adalah Mudallas.[2]
E.
Hukum Tadlis
ü
Tadlis isnad: hukumnya makruh jiddan (sangat dibenci).
Kebanyakan ulama mencelanya. Di antara mereka, yang amat mencela
adalah Syu’bah. Ia berkata: “Tadlis itu saudaranya dusta”
ü
Tadlis
taswiyah: hukumnya malah lebih dibenci lagi, sampai-sampai al-‘Iraqi berkata:
“Bagi yang sengaja melakukannya, ia perusak (qadih)”
ü
Tadlis syuyukh: hukum dibencinya lebih ringan
dibandingkan dengan tadlis isnad, karena si mudallis tidakk menggugurkan satu
orangpun. Dibenci karena menelantarkan apa yang diriwayatkannya dan mempersulit
jalan untuk mengetahuinya bagi orang yang mendengar. Derajat bencinya
berbeda-beda, sesuai tujuan yang dikandungnya.[3]
F. Hukum riwayat Mudallas
Para ulama berbeda pendapat dalam masalah ini, yaitu:
ü
Riwayat
mudallis tertolak secara mutlak meskipun jelas-jelas mendengar. Karena
perbuatan tadlis itu sendiri merupakan perbutan yang cacat, akan tetapi
pendapat ini tidak bisa dijadikan sebagai pegangan.
ü
Apabila
tidak secara jelas mendengar, maka riwayatnya tidak bias diterima.
ü
Ibnu Shalah merinci pendapatnya, yaitu : Apa
yang diriwayatkan oleh mudallis dengan lafadz yang memiliki banyak
kemungkinan(muhtamal) dan tidak menjelaskan bahwa dia mendengar atau bersambung
sanadnya, maka hukumnya adalah mursal dan tidak dijadikan hujjah. Sedang bila
lafadz periwayatannya jelas menunjukkan bahwa sanadnya bersambung, seperti ( سنمعت), ( حدّثننا ) atau ( أخبرننا ) dan semisalnya. Maka diterima dan
dijadikan sebagai hujjah.[4]
G.
Mengenal orangorang yang disebut
sebagai tadlis
Bagi yang ingin mendalami namanamamudallis, thabaqatnya
dari segi tadlis, silakan
merujuk pada kitab kitab yang telah disusun oleh para ulama’ tentang tadlis
dan mudallis. Di antara kitab kitab yang
telah dicetak antara lain;
ü AtTabyin li
Asma’ alMudallisin,karangan
Burhanuddin alHalabiy.
ü Ta’rif Ahlu
atTaqdis bi Maratib alMaushufin biatTadlis, karangan alHafidzIbnu Hajar.
ü Jami’at Tahshil fi
Ahkam alMarasil, karangan
alHafidz Shalahuddin al‘Ala’i.
Ia membahas di dalam kitab itu tentang tadlis dan mudallisnya.
ü Ittikhaf Dzawi
arRusukh biman Rumiya bi atTadlis min
asySyaikh, karangan
Fadlilah asySyaikh Hammad bin Muhammad alAnshari.[5]
Kitab yang terakhir ini sangat
bermanfaat, di dalam kitab ini pengarangnya
menggabungkan dua kitab pertama di atas, dan memberikan penjelas
G. Para
mudallis banyak sekali baik yang dha'if maupun yang tsiqah, seperti:
1. Al Hasan Al Bashri.
2. Hamid Ath Thuwail.
3. Sulaiman bin Mihran Al A'masy.
4. Muhammad bin Ishaq.
5. Al Walid bin Muslim[6]
H. Penutup
Apabila seorang periwayat
meriwayatkan (hadits) dari seorang guru yang pernah ia temui dan ia dengar
riwayat darinya (tetapi hadits yang ia riwayatkan itu) tidak pernah ia dengar
darinya, (sedang ia meriwayatkan) dengan ungkapan yang mengandung makna mendengar,
seperti “dari” atau “ia berkata” hal ini
merupakan definisi dari hadis mudaallas .sedangkan pembagian tadlis ada dua
yaitu isnadi dan syuyukh. Diantara para mudallis antara lain : Al Hasan Al Bashri., Hamid Ath
Thuwail,Sulaiman bin Mihran Al A'masy,Muhammad bin
Ishaq dan Al Walid bin Muslim.
DAFTAR PUSTAKA
ü
DR.
Mahmud Thahan, Taisiru Al Mushthalah Al Hadits (Daar al –Fikr )
ü
Syaikh
Mana' Al Qaththan, Terjemah Mabahits fi 'Ulum Al Hadits
ü
Ibnu
Shalah, Muqadimah Ibnu Shalah fi Ulum Al Hadits
ü
Amru
Abdul Mun’im Salim, Taisir Ulumul Hadis
Muhammad
bin Shalih Al 'Utsaimin, Mushthalah Al Hadits lis Sanah Ats Tsalitsah Ats
ü
Tsanawiyah
[6]
Muhammad
bin Shalih Al 'Utsaimin, Mushthalah Al Hadits lis Sanah Ats Tsalitsah Ats
Tsanawiyah, hlm 17
Tidak ada komentar:
Posting Komentar